3 Alasan Utama untuk Tidak Menggunakan Istilah “Orang Gila”

Image via: news.stanford.edu
Ketika nyekrol medsos, saya sempat terhenti karena membaca sebuah status yang memuat istilah (maaf) ‘orang gila’. Nadanya seperti merendahkan. Kurang lebih seperti ini, ‘aku nyoblos (pemilu) sebelahan sama orang gila haha’. Lalu komentarnya juga tidak jauh berbeda.
Saya pribadi merasa sedih dan terluka, sebab sebutan itu mestinya sudah tidak lagi dipakai. Selain itu, seperti pemilik akun dan para komentatornya masih belia.
ODGJ bisa menjadi pemilih dalam pemilu
Ya, istilah ‘orang gila’ semakin menyeruak ketika Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) bisa menyalurkan hak suaranya. Ada pihak-pihak yang mengira kalau ODGJ tersebut hanya dilibatkan untuk menambah-nambah suara. Ada pihak lain yang menganggap kalau ODGJ hanya ‘gorengan politik’ belaka.
Padahal hak tersebut sudah didapatkan oleh mereka sejak lama. UU sudah melindunginya. Lagipula mereka bisa memilih kalau identitas kependudukannya terpenuhi, mentalnya dalam keadaan siap dan bisa berpikir rasional. Tidak sembarangan.
Namun ketika mengemuka, mereka malah menjadi ‘bahan cibiran’. Kini ramai juga tagar nama salah-satu capres yang disambung kata ‘gila’. Hadeuh…
Sebaiknya kita sama-sama belajar untuk mengurangi bahkan meniadakan sebutan ‘orang gila’. Kenapa?
Arti kata ‘gila’

Image via: theoakstreatment.com
Ada banyak arti untuk kata ‘gila’ versi KBBI alias Kamus Besar Bahasa Indonesia. Salah-satunya yaitu sakit jiwa. Namun untuk mendiagnosis atau mencap seseorang sebagai penderita sakit jiwa tidak bisa dilakukan sembarang orang.
Kategori sakit/gangguan jiwa juga sangat beragam. Salah-satunya yaitu kesulitan tidur sampai aktivitas sehari-harinya terganggu. Maka, penderitanya bisa jadi sakit jiwa. Tapi apakah orang yang menderita gangguan tidur itu akan terima jika disebut ‘gila’?
Label dan stigma

Image via: opmed.doximity.com
Stigma pada sosok yang disebut ‘orang gila’ itu sudah melekat. Orang gila itu pasti penampilannya kotor, suka ngamuk, suka tertawa sendiri, misterius, tidak bisa dipahami, suka melakukan kekerasan,dll. Mereka dianggap ‘tidak apa-apa’ untuk dikata-katain, ditendang, ditimpukin, dll.
Namun jika seseorang mendeskripsikan kamu atau keluargamu sebagai ‘orang gila’, kemungkinan besar efeknya itu tidak terima dan sakit hati. Bagaimana pun, kita semua manusia.
Pada dasarnya keadaan mereka memang ‘sedang terganggu’, kalau ditambah dengan sebutan ‘orang gila’ dan apalagi kekerasan fisik seperti pemasungan, tentu kesannya semakin jahat. Tidak saja pada target, tetapi juga pada orang-orang dekat di sekitarnya. Jadi kalau belum bisa membantu apa-apa, setidaknya tidak perlu semakin membebani batin mereka.
Bentuk hinaan, diskriminasi dan marjinalisasi

Image via: pharmatimes.com
Sebutan ‘orang gila’ memberi kesan yang merendahkan kedudukan seseorang sebagai manusia ‘yang berfungsi normal’. Sebutan tersebut tentu menyakitkan dan menyinggung. Padahal sama-sama manusia, kedudukannya tidak berbeda.
Di musim pemilu ini, ketika paslon X menang di RSJ, orang-orang malah mengejeknya. Demikian juga ketika paslon Y yang menang, orang-orang mencibirnya. Secara tidak langsung sindiran dan bully-an ini juga merupakan bentuk penghinaan.
Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
Bisa dibilang, ODGJ adalah istilah yang lebih “halus”. Dalam UU Kesehatan Jiwa, ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Sebutan ini berlaku bagi seseorang yang mengalami gangguan mental emosional serta gangguan jiwa berat seperti Skizofrenia.
Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK)
Sementara itu, menurut Dr.Lahargo Kembaren, SpKJ dalam tulisannya via Yankes.kemkes.go.id …
ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Mereka yang mengalami stresor yang berat dalam kehidupannya seperti mengalami bencana alam, kehilangan, masalah kehidupan, dll termasuk ke dalam ODMK.
Kebiasaan menyebut ‘orang gila’ memang sudah mengakar. Tetapi kebiasaan tersebut bisa berkurang, bahkan perlahan sirna, ya. 3 Alasan Utama untuk Tidak Menggunakan Istilah “Orang Gila”. #RD
Mungkin Anda Menyukai
-
Cinta Diri Sendiri Adalah…Kalau kamu saja tidak mencintai dirimu sendiri, lalu apa alasan orang lain bisa mencintaimu? Demikian potongan twit dari dr. Jiemi Ardian, seorang Residen Psikiatri yang aktif
-
Kamu Termasuk Tim Balikan sama Mantan atau Bukan?Balikan sama mantan atau jangan, nih? Saya mendengar banyak pendapat soal salah-satu keresahan hati setiap insan ini. Ada tim yang keukeuh menutup buku rapat-rapat. Cerita usang
-
5 Syarat Utama Ketika Wanita Menyatakan Cinta Pada PriaKita sepakat, kalau jatuh cinta tidak pernah memandang jenis kelamin. Bisa laki-laki duluan. Bisa juga perempuan yang duluan. Kemudian, menyatakan cinta bukanlah hak dan kewajiban laki-laki
-
Mereka Sudah Meminta Maaf, Apa Kamu Benar-Benar Memaafkannya?“Mohon maaf lahir dan batin.” Kalimat ini begitu ngehits di awal dan akhir Ramadan, tepatnya pada momen lebaran. Kamu pun menulis kalimat yang sama pada orang-orang.
-
10 Anak atau Remaja Terkaya Di Dunia Tahun 201510 Anak atau Remaja Terkaya Di Dunia Tahun 2015 Anak-anak. Huh, terkadang suka senyum-senyum sendiri ya kalau mengingat masa anak-anak. Penginnya sih kita bertahan saja di
-
Siapa yang Menyakitimu Sekarang? Apa Sudah Kamu Maafkan?Siapa saja yang menyakitimu hari ini? Bulan ini? Atau, tahun lalu? Orang-orang sering bilang,’jangan mudah baper’ alias bawa perasaan. Tapi namanya juga manusia biasa yang memiliki