3 Jenis Terapi Menulis untuk Hidup Lebih Manis
“Salah-satu bagian paling kuat dari sebuah terapi, yaitu kemampuan untuk mengobservasi pemikiran dan perasaan kita…”
“Menulis itu emang sebuah gerakan yang kecil dan sederhana, namun hal yang sederhana itu akan berubah sangat kuat manakala kita menuliskan tentang apapun yang ada dalam pikiran…”
“Menulis itu membantu kita untuk mengarahkan pikiran dan perasaan yang berantakan ke dalam track yang benar. Jalan inilah yang akan membawa kita pada kunci pengetahuan. Menulis juga menciptakan hubungan antara pikiran, tubuh dan semangat…”
Begitulah ucapan Elizabeth Sullivan, terapis perkawinan dan keluarga yang sudah berlisensi di San Fransisco.
Nah hubungannya terapi sama menulis apa? Ekhem… kegiatan menulis ‘kan berhubungan dengan aktivitas mencurahkan pemikiran dan perasaan. So, tentu sangat berkaitan, bukan? Ternyata secara tidak langsung, seseorang yang menulis itu tengah melakukan terapi. Wuih!
Nah berikut ini tiga jenis terapi menulis yang bisa kita tentu bisa kita coba. Jom!
Pertama, Menulis Bebas Lepas
Namanya saja bebas-lepas, jadi kita bisa menulis apapun yang ada dalam pikiran. Enggak perlu disaring atau disensor. Tuliskan saja. Curahkan semuanya, walau kita mesti menyebut nama seseorang, merek, termasuk kata-kata umpatan. Misal:
“Pagi ini aku bangun kesiangan. Hal pertama yang kuincar adalah ponsel samsungku. Di twitter, aku baca sebuah berita menyebalkan. Uh! Byun Baekhyun EXO ternyata digosipkan sama Kim Taeyeon. Padahal aku lagi ngincer si imut itu! Aaaaah!”
Kedua, Menulis Puisi/Sajak
“Puisi atau sajak itu merupakan obat yang alamiah..,” John Fox mengungkapkan begitu.
Dia bahkan memberi tips menulis puisi/sajak pada kita. Caranya adalah; bayangkan masa kecil kita dan tulis beberapa momen yang paling berkesan ketika itu. Ambil salah-satu yang jadi kenangan manis. Undang kembali sensasinya. Rasakan apa yang kita lihat, kita rasa, kita dengar, kita cium dan kita cicipi kala itu. Baru setelah itu kita tuliskan emosi yang sekiranya masuk dengan kenangan tersebut. Misalkan kita pernah begitu penasaran tentang bagaimana rasanya punya sayap dan bisa terbang.
Tuliskan perasaan kita dalam bentuk puisi. Tunjukkan emosi yang kita rasakan. Jadi bukan soal merasa bahagia atau sedih. Hanya mencurahkan sensasi emosinya saja. Mbak Sullivan sih ngasih tips supaya kita menuliskan puisinya di kertas-kertas mungil, gitu.
Ketiga, Menyusun Surat
Aneh sih, tapi Mbak Sullivan emang benar-benar ngasih nasihat gini; menulis surat sama orang yang kita suka! Bayangkan sosok impian itu ngirim surat sama kita dan bertanya, ‘sebenarnya kabarmu gimana sih?’. Atau, kita juga bisa pura-pura ngirim surat sama seseorang yang pernah punya urusan namun belum terselesaikan.
Tujuannya apa sih? yaitu untuk mendapatkan kepastian tentang pemikiran dan perasaan kita sendiri tentang orang yang jadi target surat tersebut. Jadi kita ini suka karena dia punya fisik menarik, karena dia pandai, karena dia suka ngasih permen atau gimana sih? Masih level suka biasa atau mengarah ke cinta? Wkwk. Terus, urusan yang belum terselesaikan itu… emang kita maunya dia itu gimana? apa sih unek-unek kita sama dia?
Menulis… menulis… menulis…
Menulis adalah terapi. Menulis adalah meditasi. Menulis adalah curhat. Menulis adalah doa. Menulis adalah belajar. Menulis adalah membaca. Menulis adalah… tak ada habisnya. Kesimpulannya; semakin menulis, hidup semakin manis. [#RD]
Ref: Google Image & Margarita Tartakovsky (psychcentral)
Gue akan coba menekuni satu persatu 🙂
Sama daku juga, Mas. Ah Mas Fikri mah tinggal mempertahankan! Hohoho
dulu pernah patah hati dan mampu menulis puisi 75 buah sehari hahaha
Etdah! the power of patah hati. 😀
Salut, Mbak! 😀
inilah mengapa gua suka menulis. bisa menjadi tempat untuk menyalurkan kegundahan hati. yang pertama harus dicoba untuk dipraktekkan tuh. belum pernah soalnya. hehe
Untuk yang pertama, iya kayak enteng, tapi susah juga. Belum bisa bener2 terbuka sama tulisan. Takut suatu saat kebaca atau gimana. Hehehe
Tapi coba-coba enggak ada salahnya. 😀
Menurut saya pribadi, kalau saya praktikan nomor 2 itu hanya berlaku ketika kondisi sedang galau parah hehe. Terus, pas bikinnya pasti selalu kepikiran dengan aturan bahasa Indonesia mengenai puisi. Hehe. Yang nomor 3 sepertinya sangat menarik untuk dicoba karena surat (benar-benar surat) sudah lumayan langka sekarang ini. 🙂
Iya, poin ketiga kayak yang enggak penting. Tapi hikmahnya keren juga, bisa nentuin kita ke dia atau kita ke mereka ini sebenernya gimana. Hehehe
Kapan2 deh dicoba. ^_^
biasanya saya nulis yang pertama,, menulis bebas lepas,alhasil diary saya isinya makian semua..haha
Hahaha… daku juga pernah begitu. Sensasinya lumayan, ya?! plong.. 😀
bagian kalimat terakhir, bisa jadi motivasi utk aku nih mbaa…^^
pendorong spirit utk ttp nulis, sekalipun berawal dr tulisan yg sederhana 🙂
Comments are closed.