7 Alasan Kenapa Ibu Tidak Terlalu Bahagia Di Hari Ibu
7 Alasan Kenapa Ibu Tidak Terlalu Bahagia Di Hari Ibu
22 Desember.
Di mana-mana, orang-orang menyambut hari ini. Hari ibu. Daku pribadi baru ngeh setelah diingatkan dua kakak serta mesin pencarian Google.
Pantesan trending topiknya “Ibu”, “Selamat Hari Ibu”, “Happy Mother’s Day”, dan semacamnya. Orang-orang update status tentang hari ini. Tak lupa, mereka juga mengganti poto profil yang menampilkan potret ibunya.
~
Ibu bahagia.
Hhh…
Sebagian besar anak pasti menginginkannya. Kita mengaku sering membuat ibu terluka, tapi kita juga pengin jadi salah-satu alasan di balik senyumnya. Pengin rasanya selalu menjadi yang terbaik bagi ibu, tapi di waktu yang sama, kita sering membuatnya mengurut dada.
Hari ini, mestinya tiap hari, menjadi momen yang pas untuk introspeksi diri. Sudah semaksimal apa kita pengin membahagiakannya? Jangan-jangan, di hari ibu ini saja, para ibu tak terlalu bahagia menyambutnya. Nah, kenapa bisa begitu? Kalau diperkirakan, alasan-alasannya yaitu sebagai berikut! Jom!
#1. Tidak Ada yang Spesial
Hari spesial harusnya memiliki keunikan tersendiri. Tidak tiap hari kita makan ketupat dan opor bersama-sama keluarga, tak tiap hari kita bagi-bagi angpau, tak tiap hari juga kita melakukan open house dan mempersilakan siapapun orangnya untuk bertamu atau icip-icip kue. Kenapa? Karena semua itu hanya dilakukan di hari raya, sebab hari itu ‘berbeda’. Spesial.
Tak heran kalau ide untuk mencuci kaki ibu atau membanjirinya dengan hadiah di hari ibu membuat para ibu bahagia dan terharu. Itu dikarenakan… tak tiap hari anaknya melakukan hal itu. Sesuatu yang spesial bisa dilakukan dengan apapun. Tapi kalau sesuatu yang spesial itu tidak ada, siapa yang akan antusias?
~
#2. Ibu Tetap Merasa Menjadi “Pembantu”
Poin ini menjadi renungan tersendiri bagi kita, khususnya yang menimpakan semua urusan rumah tangga pada ibu. Beliau yang bangun pagi, menyiapkan sarapan, membereskan kamar, membersihkan rumah, mencuci piring, merendam dan membilas pakaian, menjemurnya, mengangkatnya, menyetrikanya, dsb. Semuanya.
Di hari ibu ini beliau masih melakukan hal yang sama, apanya yang mesti dibahagiakan? Atau… beliau terbebas dari tugas selama satu hari, tapi esok dan seterusnya masih melakoni pekerjaan berat yang sama? Pikiran itu saja barangkali sudah membuatnya lemas.
~
#3. Ibu Masih Menjalani Tugas yang Bahkan Bukan Kewajibannya
Jangan jauh-jauh dulu pada tugas membereskan kaus-kaki atau baju kotor yang berserakan, urusan bangun tidur saja kadang menjadi tugas sang bunda. Beberapa diantara kita padahal sudah punya alarm, tapi tetap saja sosok ibu yang mesti jadi penggebrak di pagi hari.
Padahal ini hari ibu, tapi kita masih membebankan hal ini. Belum lagi dengan hal lain macam membereskan piring atau gelas kotor bekas makan kita sendiri, atau menyimpan remote tv di tempatnya setelah kita sendiri yang menggunakannya, atau membereskan charger-an ponsel yang masih menggantung terjuntai, dsb. Nah…
~
#4. Hanya Sekadar Selebrasi
Namanya juga selebrasi, jadi statusnya hanya sekadar peringatan, tanpa mendalami maknanya lebih lanjut. Yang terekspos itu bagian yang justeru tidak terlalu vital. Bisa kita lihat ketika perayaan tahun baru. Yang digembar-gemborkannya pesta kembang api, begadang, kumpul di suatu tempat sampai menghitung mundur angka 10 sampai 1. Padahal ada intisari yang lebih penting, tentang bagaimana kita beresolusi menjadi pribadi yang lebih baik.
Demikian juga dengan hari ibu. Kita lebih mementingkan hendak memposting status apa di fesbuk, hendak memposting poto kece mana di Instagram, termasuk juga hendak menulis postingan apa di blog. Hehe… di luar semua itu, ada yang lebih vital. Tentang bagaimana kita terus berupaya menjadi penyeka airmatanya, dan menggantinya dengan senyuman mekar.
~
#5. Tidak Ada Ucapan “Selamat Hari Ibu” Langsung di Depan Ibu
Sudah diyakini betul, sebagian besar dari kita mengucapkan “selamat hari ibu” di media sosial. Teman-teman di fesbuk, followers di twitter, followers di Instagram, lingkaran di G+, dsb. Semua tahu. Dunia tahu.
Tapi bagaimana dengan ibunya sendiri? Apa kita sudah mengucapkannya langsung di hadapan ibu? Siapa tahu beliau sudah tahu dari media apa… gitu, lalu menanti-nanti ucapan langsung dari anaknya? Kalau enggak ada, apanya yang membuat istimewa dan bahagia?
~
#6. “Hari Ibu” Hanya Sekadar Ucapan
Atau mungkin, ada yang sudah mengucapkan “selamat hari ibu” langsung di depan ibu. Tapi sayang, ucapan itu hanya sebatas sesuatu yang keluar dari mulut, didengar, direspons, lalu sudah… lepas. Ucapan itu ada baiknya menjadi cambuk untuk mengubah kelakukan kita terhadap ibu, agar lebih baik dan lebih respect. Hati kita harus benar-benar meresapi kalau hari ibu menjadi momen untuk kita semakin menguatkan ikrar, khususnya untuk berusaha semaksimal mungkin membahagiakan beliau.
~
#7. Terabaikan di Hari Ibu
Poin ini memang keterlaluan, tapi masih mungkin untuk terjadi. Ibu sudah tahu kalau sekarang jadi “hari ibu”. Kontras dengan anak-anaknya yang enggak ngeh. Buah hatinya tak melakukan apapun. Tak update status, tak memosting poto bersama mereka, tak memberi hadiah, dsb. Si ibu hanya menyaksikan tayangan infotainment yang menjepret para seleb bersama para ibunya, sambil diam-diam mengharapkan si anak melakukan hal yang sama.
~
Tulisan ini dibuat bukan dalam rangka merusak momen ya, Bro-Sist. Hehe… #peace. Sebenarnya menjadi pecut buat daku pribadi juga. syukur-syukur kalau ada yang sepakat, atau mungkin pengin menambahkan pendapat. Nah, selamat hari ibu! #RD