9 Alasan Kenapa Jangan Meremehkan dan Menjadikan Kasus Bunuh Diri Sebagai Candaan

Image via: news.stlpublicradio.org
Sementara itu, setiap harinya, ribuan orang meninggal karena bunuh diri. Tidak banyak yang mengetahui. Sebab mereka bukan selebritis. Tidak ada media yang meliputnya. Tidak ada pengguna akun medsos yang memviralkannya.
~
Kemarin-kemarin kita dibikin lemas oleh aneka berita bunuh diri. Tentang idol Kpop – Sulli (25), siswa SMP Kota Kupang – Yohan Sinaga (14), seorang suami di Tasikmalaya – Dede Handi (41), dll. Bagaimana reaksimu?
Di tengah ramainya pemberitaan bunuh diri itu, apakah kamu menemukan komentar bernada meremehkan atau menjadikannya sebagai candaan?
Sayangnya, orang yang bunuh diri dan jelas-jelas sudah tidak ada di dunia nyata mau pun maya pun tidak lepas dari nyinyiran dan olokan. Masih ada saja netizen yang memberikan komentar seperti, ‘selamat datang di neraka’, ‘gitu aja bunuh diri!’, ‘lebay banget, sih!’, ‘halah cari perhatian!’, ‘mati aja cari sensasi lu!’, ‘kucingku saja yang ditinggal pasangannya enggak bunuh diri tuh!’, dst.
Ada juga yang menyampaikan komentar dengan maksud baik, namun jatuhnya malah salah kaprah. Misalnya, ‘makanya jadi orang itu harus pandai bersyukur biar gak depresi dan gak bunuh diri!’, ‘orang gak beriman emang rentan terkena gangguan kejiwaan, sih, ya?’, ‘susah sih kalau orangnya gak punya sifat sabar’, dst.
Bagaimana jika keluarga, kerabat, sahabat, teman, atau fans membacanya? Apakah komentar-komentar itu bisa membantu? Atau justru, komentar-komentar demikian akan memperparah keadaan?
Tetapi, banyak juga yang terus meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental. Beberapa pihak bahkan terus menegaskan, kalau bunuh diri bukanlah perihal sepele.
Berikut ini hanya beberapa alasan kenapa kita harus berhenti menutup mata, seakan-akan bahaya dari bunuh diri itu enggak nyata:

Image via: sciencefocus.com
Karena Bunuh Diri itu Pembunuh Produktif
Dilansir dari Who.int (02-09-2019), hampir 800 jiwa melayang tiap tahun akibat bunuh diri. Masih dari laman yang sama, disebutkan kalau 1 orang meninggal per 40 detik akibat bunuh diri. Mengerikan, bukan?
Karena Bunuh Diri itu Pembunuh Generasi Milenial
Berdasarkan situs resmi WHO juga, disebutkan kalau bunuh diri menjadi penyebab kematian nomor dua di kalangan orang-orang berusia 15-29 tahun. Saingan dengan penyebab kematian lain seperti kanker, AIDS, serangan jantung, stroke, dll.
Karena Bunuh Diri Tidak Pilih Kasih Korbannya
Kasus bunuh diri tidak hanya terjadi di negara-negara dengan penghasilan tinggi. Fenomena ini justru menjalar ke semua wilayah. Bahkan pada tahun 2016, lebih dari 79% kasus bunuh diri di dunia terjadi di negara dengan penghasilan rendah.
Karena Bunuh Diri Terus Mengintai Calon Korban
Lelucon tentang bunuh diri membuat orang-orang, yang diam-diam kepikiran juga untuk melakukan hal sama, jadi semakin malu dan yakin kalau perasaannya tidak akan pernah dimaklumi siapa pun. Mereka bisa jadi akan semakin tertutup, memendam semuanya sendirian, kesepian, tertekan, dan hilang harapan.

Image via: metroparent.com
Karena Bunuh Diri Jadi Semakin “Percaya Diri”
Kasus bunuh diri terjadi karena berbagai faktor. Entah itu tekanan ekonomi, hujatan, bullying, dll. Sayangnya, semua itu tidak ditangani dengan baik. Bahkan komentar kebencian, julid, nyinyir, dll, di medsos seperti sesuatu yang lumrah terjadi. Korban pun merasa tidak memiliki dukungan, terjebak, dan buntu.
Karena Bunuh Diri Dianggap sebagai Topik Tabu
Seperti halnya seks, banyak juga yang menghindari topik bunuh diri karena dianggap tabu. Padahal semakin tidak dibahas, kesadaran kita sebagai masyarakat akan fenomena ini justru semakin menipis. Tidak heran kalau orang-orang yang memiliki pikiran untuk bunuh diri merasa terisolasi dan tidak pernah dimengerti.
Karena Bunuh Diri Bukan Sekadar Cari Perhatian
Orang yang kepikiran untuk bunuh diri justru sedang ingin diterima, ditolong, ditemani, dan diarahkan. Mereka tidak butuh penghakiman, bentakan, atau telunjuk yang menunjuk-nunjuk ke hadapan. Niat untuk melukai diri dan mengakhiri hidup tidak sebercanda itu.

Image via: eschoolnews.com
Karena Bunuh Diri Muak dengan Stigma
Jika terlintas pikiran untuk bunuh diri, orang-orang mungkin menganggap kamu (maaf) gila, tidak taat agama, tidak rutin beribadah, tidak ada harapan sembuh, dll. Padahal sakit mental pun persis seperti sakit fisik.
Kita tidak akan menstigma orang tuli, misalnya dengan bilang, ’kok kamu enggak bisa mendengar jelas, sih? Kami aja bisa, kok!’.
Mestinya kita juga tidak menstigma orang yang terkena gangguan kejiwaan, misalnya depresi.
Orang depresi bisa saja memiliki harta, tahta, popularitas, penggemar, dll, namun jika mereka tetap menderita – ya itu karena ada yang “tidak beres” dengan mereka, dan mestinya mereka ditolong, bukan semakin disiksa dengan judgement kita.
Karena Bunuh Diri Bisa Dicegah
Jangan sampai kalau sudah tiada, barulah kita menyesal dan menyayangkan bersama. Kepekaan menjadi salah-satu kuncinya. Kalau sudah saling peka dan tenggang rasa, trigger atau pemicu bunuh diri bisa dihindari. Pikiran bunuh diri bisa dicegah. Nyawa seseorang bisa diselamatkan.
Bahkan sekarang ada crisis lines, hotlines, layanan konsultasi seperti Ibunda.id, dan kelompok dukungan (support group), seperti situs Intothelight.org dan yayasanpulih.org.
Mencemooh atau menganggap receh bunuh diri itu sungguh sangat tidak sensitif. Sangat tidak peka.
Memang, ada saatnya kita bercanda. Namun tidak semua hal bisa jadi bahan olokan atau tertawaan. Termasuk tentang bunuh diri, yang erat kaitannya dengan mental serta nyawa banyak orang.
Harapan besar saya sebagai rakyat biasa, semoga masalah bunuh diri tidak dianggap tabu dan menjadi pembahasan serius.
Semua manusia, sehancur dan serumit apa pun, berhak pulih dan merasakan kebahagiaan. 9 Alasan Kenapa Jangan Meremehkan dan Menjadikan Kasus Bunuh Diri Sebagai Candaan. #RD
Mungkin Anda Menyukai
-
Cerita Lucu & Inspiratif; Otak Guru VS Otak MuridCerita Lucu & Inspiratif; Otak Guru VS Otak Murid Bagi sebagian orang, cerita humor-inspiratif di bawah ini telah akrab menjadi bahan bacaan ya, Bro-Sist. Kami menemukannya
-
6 Ujian atau Perjuangan Sulit yang Dihadapi Orang-orang Super Baik6 Ujian atau Perjuangan Sulit yang Dihadapi Orang-orang Super Baik Orang baik itu seperti apa, sih? Orang baik itu adalah orang jahat yang belum ketahuan. Haha…
-
3 Syarat dan Ketentuan Berlaku Kalau Ingin Berubah Menjadi Lebih Baik3 Syarat dan Ketentuan Berlaku Kalau Ingin Berubah Menjadi Lebih Baik Di dunia ini… apa iya orang yang ‘jahat’ itu selamanya ‘jahat’? Daku suka agak ‘terganggu’
-
10 Tips Agar Semangat Sekolah atau Kerja Usai Libur Panjang10 Tips Agar Semangat Sekolah / Kerja Usai Libur Panjang Libur hampir usai, libur hampir usai, aduh! aduh! aduh! aduuuh… He he he. Lebay juga ya,
-
9 Tips Agar Tetap Rileks Di Waktu-Waktu Hectic9 Tips Agar Tetap Rileks Di Waktu-Waktu Hectic Pasca lebaran dan libur panjang ini, ada yang sudah kembali ke rutinitas sehari-hari? Para pelajar kembali meramaikan bangunan
-
70+ Kata Kata Cinta Dalam Bahasa Inggris dan ArtinyaKata-kata cinta seperti apa yang kamu suka? Apakah yang manis, dalem, atau mengharukan? Di zaman medsos seperti ini, kamu bisa mendapatkan kata-kata cinta sesukamu sepuasnya. Banyak