Numpang Tersenyum Ketika Kota Kuningan Berulang Tahun
Numpang Senyum Ketika Kota Kuningan Berulang Tahun
Kota Kuningan – Jawa Barat merayakan ulang tahunnya pada tanggal 1 September. Usianya sudah 517 tahun. Semakin ringkih, tapi semakin modern.
Untuk tahun 2015 ini, daku rasa perayaannya semakin ramai, beragam, waktunya panjang dan sepertinya… mahal. Tapi jangan tanyakan berapa total biayanya, entahlah. Hehe… 🙂
Sampai-sampai diadakan juga acara balap sepeda tingkat internasional, yang bertajuk “Tour De Linggarjati”. Acara ini cukup menghibur, sebab rutenya melintasi pedesaan juga. Masyarakat pun jadi tahu, kalau kotanya tengah memiliki event yang luar biasa.
Daku dan keponakanku, Sahal (kelas 1 SD), begitu suka akan sepeda. Daku pun mengajaknya ke lintasan balap di area Jalan Siliwangi, Kuningan. Tepatnya pada Minggu, 23 Agustus 2015. Keponakanku langsung takjub ketika kami turun dari angkot tidak pada tempatnya. Ya, terjadi perubahan arus. Ia juga berjalan dengan antusias, sebab jalanan berubah lengang. Tak ada kendaraan. Orang-orang berjalan beriringan.
“Priiiittt!!!”
Panitia lomba yang siaga berdiri di pinggir jalan segera memberi aba-aba dengan peluitnya. Sontak kupeluk Sahal dari belakang, mengajaknya untuk melangkah mundur. Tanda iring-iringan seperta sepeda akan melintas.
Benar saja. Orang-orang tangguh yang menunggangi roda tersebut menghiasi pandangan mata kami. Ada lelaki, perempuan, tua dan muda. Keren!
Pengalaman menonton lomba tersebut diceritakan oleh Sahal pada keponakanku yang satunya, Asti (sama-sama masih kelas 1 SD). “Sialnya”, dia berulang tahun pada awal September. “Dobel sialnya”, kakakku yang juga orang tua Asti merasa keberatan karena anak mereka minta hadiah berupa benda mahal.
Daku yang tidak berpikir lama pun langsung mencetuskan ide. Daku akan membawa Sahal dan Asti bermain, tepat pada perayaan Hari Ulang Tahun Kuningan. Kebetulan akan ada pameran pembangunan selama seminggu.
Dan setelah mencari-cari hari, yang juga pas dengan jadwal mengajar di lembaga kursus, daku putuskan untuk pergi hari Kamis. Sangat kebetulan, sebab pada hari itu akan diadakan pawai atau semacam karnaval. Lagi-lagi, demi memeriahkan hari jadi Kota Kuningan.
“Terus anak-anak berangkatnya jam berapa?” tanya Uminya Sahal.
“Jam 9 pagi aja,” jawabku.
“Jam segitu mah masih sekolah atuh?!”
“Izin aja,” Daku tiba-tiba ingat masa-lalu ketika sekolah. Ups!
“Tapi…”
“Sahal sama Asti itu anak pintar, bolos sehari enggak bikin nilai mereka anjlok, kok,” Daku mulai menebar virus, “Anak-anak itu layak bermain dan berbahagia. Lagipula… hiburan atuh, orang yang ulang tahunnya juga Kota Kuningan sendiri. Anak-anak sekolah di Kuningannya juga pada libur?!” penjelasanku berhasil membungkam kakak perempuanku. 😀
“Nanti Iyang repot kalau bawa dua anak!” Mimih protes.
“Tapi…” kata Uminya Sahal.
“Errr…” Ayahnya Asti ragu-ragu.
Daku sempat mengernyitkan dahi, sebab tujuanku memang ingin mengajak main anak-anak mereka. Bukan bermaksud apa-apa -_- Tapi di sisi lain daku juga mesti maklum, naluri orang tua memang begitu. Kadang-kadang memiliki rasa takut, meskipun sesuatu yang menakutkan tidak terjadi pada anaknya.
Kenapa gitu, mereka tidak mengkhawatirkan… emmm… “gimana kalau nanti jajannya banyak? apa kamu punya uangnya? apa perlu disumbang?”
Nope! :/
Mungkin sudah rezeki anak-anak juga. Daku kebetulan menerima rezeki berupa uang. Daku pikir, kalau segitu sih masih bisa dipakai untuk mentraktir jajan mereka. Dan, hari H pun tiba. Kami berangkat bertiga.
Sesuai dugaan, suasananya ramaiii pisan!!!
Di satu sisi, daku merasa bersalah sebab Sahal-Asti tak bisa menyaksikan rombongan pawai. Daku tentu tak bisa mengangkat keduanya. Suasananya pun begitu padat. Uh, macam suasana pasar di H-1 lebaran. Lebih ramai, malah!
Kami pun memilih bermain-main di pameran pembangunan. Beneran, daku tidak mau mengambil risiko Sahal-Asti merasa tidak nyaman karena keramaian. Yang benar-benar ramai. Meski sebetulnya apa yang ditampilkan di pameran tidak terlalu aneh, paling tidak kami bisa berjalan dan bernapas dengan lebih lega.
Berbagai jajanan disantap. Sedikit beruntung sebab Sahal dan Asti memiliki selera serupa. Mereka menyukai Giant Sosis, Es Krim Pot, Es Pisang Ijo, dsb. Kecuali soal barang. Asti memilih membeli buku Bahasa Inggris dan kerudung. Sementara Sahal pengin jam tangan dan topeng. Haha… be happy, kids!
Mimih ternyata menyusul. Namun beliau tidak ke pameran, melainkan ke Mesjid Syiarul Islam. Begitu ditelepon, Mimih bilang ‘terjebak’ di sana. Dan daku memang menyuruhnya untuk tidak ke mana-mana.
Daku juga begitu berterima kasih sebab para sahabatku datang. Daku bertemu Deden, Rian, Elsha, Nendah dan keponakannya. Khusus Elsha, daku seret dia agar bergabung dengan triple Dian-Asti-Sahal. 😀
Jarak lokasi pameran dengan mesjid daku rasa tak sampai 2 km, namun kami sepertinya baru sampai setelah satu jam-an. Hal itu diakibatkan karena delman tak bisa benar-benar ‘menusuk’ tujuan kami. Karenanya kami berempat mesti berjalan lagi. Merangsek ke tengah kerumunan. Elsha menuntun Sahal dan daku menuntun Asti. Bahkan kami melompat pagar pembatas segala. OMG! Daku baru ingat sekarang… :O
Setelah istirahat sejenak di Taman Kota Kuningan dan melintasi berbagai kesulitan perjalanan, akhirnya kami bertemu dengan Mimih di mesjid dan bisa sholat dzuhur dengan tenang. Belum reda rasa tenang kami, Mimih memberi kabar yang cukup bikin daku mendadak pusing.
“Uminya Sahal sedang di jalan, mau nyusul ke sini!”
Daku pengin nepuk jidat orang. Tadinya usai berkumpul dengan Mimih, daku pengin langsung makan dan pulang. Namun hal itu pasti tertunda sebab kakakku sendiri sudah on the way. Lengkap dengan membawa adik Sahal yang masih berusia 2 tahunan. Di angkutan umum lagi!
Begitu Tetehku datang, suasana jadi seperti piknik. Mimih sibuk membeli mainan, Tetehku menyuapi anaknya sementara daku dan Elsha poto-poto di tengah keramaian. Tetehku dengan manjanya minta kembali ke area pameran. Sontak saja daku tegas menolak. Bukan apa-apa, kasian anak-anak.
Akhirnya… kami pun singgah di suatu tempat makan. Daku yang sudah meniatkan diri untuk mentraktir keponakan pun jadi menjajani mereka juga. Well, uang memang habis, tapi kenanga manis sudah tercipta. Tawa-canda pun sudah merekah. Hal ini saja sudah bikin bahagia. Kami pun jadi bisa ‘numpang tersenyum’ di saat Kota Kuningan sedang ulang tahun.
Dan bagaimanapun… uang bisa dicari lagi, tapi kalau momen? #RD
Related
You may also like
-
Cerita PPL; The Ninth Meeting in X.6Cerita PPL; The Ninth Meeting in X.6 Dzuhur. Aku sholat berjamaah ditemani Teh Itha dan Mela. Seperti biasa, ada kedamaian menjalar usai ibadah tersebut. Jelang jam
-
Mesti Ingat Mati, Tapi Mesti Ingat Juga, Kamu Sedang Hidup Detik IniRupanya mati atau kematian sedang menjadi topik hangat di media sosial. Semalam, saya dan keluarga mengadakan tahlilan malam ke-7 wafatnya Bapak. Tepatnya di rumah salah-satu kakak.
-
Ada Apa dengan Maut dan Kecerdasan Seseorang?Ada Apa dengan Maut dan Kecerdasan Seseorang? Jawaban-jawaban Nabi Muhammad Saw emang ‘out of box’ dan bener banget ya, Bro-Sist. Begitu beliau ditanya tentang ‘siapa sih
-
Cerita PPL; The Eighth MeetingCerita PPL; The Eighth Meeting Bel pertanda jam ke 4-5 berbunyi. Aku dan kawan2 se-prodi (Wulan, Teh Anih, Uus dan Tatang) bergegas ke GENSIXTEN (X6). Mereka
-
Toh Orang-orang Akan Tetap Mengomentari dan Mungkin MenghakimiMemberi komentar dan penghakiman itu mudah terlontar karena ketidaktahuan. Tetapi begitu tahu yang sebenarnya, komentar dan penghakiman itu pun tidak lagi terdengar. Entah sudah berapa kali
-
4C untuk Menghadapi Siswa yang Mengeluhkan Pelajaran4C untuk Menghadapi Siswa yang Mengeluhkan Pelajaran Jumat, 13 November 2015 Mengeluh. Bagaimana perasaan kita mendengar orang yang mengeluh? Daku pernah membahas ini sebelumnya, dan
-
Nasihat Dari Permainan MonopoliNasihat Dari Permainan Monopoli Jelang siang, Itha mendatangi kios ibuku. Kebetulan aku pun tengah jaga, namun sendirian. Sebab, beliau tengah berbelanja. Jadi deh kami mengobrolnya hanya