Puisi: “Semua akan Baik-baik Saja” Adalah Mitos Belaka

Di saat yang sangat baik-baik saja
Saya selalu merasa ada yang tidak baik
~
Seingat saya, saya tak pernah mengajukan diri untuk dilahirkan ke bumi ini
Tapi syukurlah, saya lahir dengan orang tua yang lengkap
Raga dan kasih sayang yang sehat
~
Saya menjalani hari seperti yang tertuang dalam teks-teks recount
yang berisi liburan dan pengalaman-pengalaman datar
Saya terlanjur terbiasa dalam situasi yang nyaman-nyaman
~
Saya dan yang lainnya sama-sama ada di bumi, pertengahan surga dan neraka, dengan malaikat dan iblis yang berbeda-beda
Tetapi perjuangan saya, kalau diukur-ukur, tidaklah seberapa
Dibanding dengan bocah yang harus mengubur mimpinya hidup-hidup untuk menyumpal kecerewetan perutnya dan keluarga;
Para pesakitan yang jiwanya dihukum mati bukan karena kesalahannya sendiri;
Orang tua yang hanya menyeruput isi mug-mug bapuk sambil berbincang dengan kesepian;
Mereka yang terkulai dengan mata ketakutan ketika menyaksikan pintu masuk kematian;
Atau, kisah-kisah nyata nan memilukan lainnya yang dibagikan orang di media sosial
~
Apa saya sanggup menjadi mereka?
Bagaimana kalau suatu saat, kun datang, dan nasib kami tertukar?
~
Di saat yang sangat baik-baik saja
Saya selalu merasa ada yang tidak baik
~
Saya mulai mengalami nyeri hati;
Ketika saya berharap terlalu banyak,
Ketika harapan itu saya titipkan pada seseorang yang mengapungkannya tanpa tahu memanggilnya pulang,
Saya mulai merasa sesak dan muak;
Minder dan malu;
Ngidam perhatian dan cemburu;
~
Rasa tidak baik-baik saja itu menjadi-jadi
Apalagi ketika Papa dan Mama berkata kalau saya terlalu mengada-ada
sesuatu yang saya yakin ada
Tapi belum waktunya tampak
~
Dan saya enggan, karena terlalu nyaman, jadi gelagapan kalau ia mendadak datang
~
Meski demikian, saya mengangguk saja ketika mereka meluncurkan jurus andalan,
“Semua akan baik-baik saja”; yang saya anggap mitos belaka
~
Dan, belum juga saya ceklis semua bucket list
“Semua akan baik-baik saja” mereka menjelma menjadi bibir yang menyeringai
Keesokan harinya, Papa dan Mama tak lagi berkata “semua akan baik-baik saja”
Bagaimana mau bicara kalau mereka tiada dengan tiba-tiba?
Meninggalkan saya yang tertawa sendirian atas banyolan pamungkas mereka tentang “semua akan baik-baik saja”
~
Waktu datang menghibur
Jarum jam panjang dan pendeknya menuding-nuding, oh dengan lambatnya
~
Orang-orang, yang wajahnya mengisi absen dalam suasana senyum atau berkabung, juga datang menghibur, oh dengan berurai air mata
yang entah benar-benar lara atau sekadar merasa iba
~
Mulut dan utusan kata-kata mereka bergerak-gerak menyerupai ungkapan yang sedang paling jenaka; “semua akan baik-baik saja”
Saya mendongak, dan saya lihat lagi seringai yang sama
~~~
Kuningan, 31 Januari 2017